Just another free Blogger theme

Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 30 Oktober 2013

PERANAN PEMUDA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA
Pepatah mengatakan, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selama tiga setengah abad hidup dalam cengkeraman Belanda di tambah lagi hidup dalam penjajahan Jepang selama tiga setengah tahun. Kemudian, kemerdekaan yang kita raih adalah bukti nyata dari sebuah pengorbanan yang sangat besar dari semua komponen bangsa. Pembangunan Nasional dalam rangka mewujudkan bangsa yang adil, makmur serta berdaulat dengan berlandaskan azas pancasila serta UUD 1945 tidak akan pernah tercapai jika tidak di dukung oleh semua rakyat Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas demokrasi yang bersumber kepada nilai- nilai kehidupan yang berakar pada budaya bangsa Indonesia. Perwujudan dari asas demokrasi itu diartikan sebagai paham kedaulatan rakyat, yang bersumber kepada nilai kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan. Demokrasi ini juga memberikan penghargaan yang tinggi terhadap nilai- nilai musyawarah yang mencerminkan kesungguhan dan tekad dari bangsa Indonesia untuk berdiri diatas kebenaran dan keadilan.
Nilai- nilai kesanggupan dan kerelaan untuk berkorban dengan penuh keikhlasan dan kejujuran dalam mengisi kemerdekaan demi kepentingan bangsa dan negara telah digantikan oleh kerelaan berkorban hanya untuk mengisi kesenangan dan kemakmuran pribadi pihak- pihak tertentu. Terjadinya Kolusi Korupsi Nepotisme pada masa pemerintahan Orde Baru merupakan bukti nyata pengingkaran terhadap sikap keikhlasan dan kejujuran. Tidak hanya itu Indonesia mengalami krisis multi dimensi yang demikian pelik, mulai dari krisis moral, krisis ekonomi, krisis kepercayaan, hingga krisis kepemimpinan. Tumbanganya pemerintahan Orde Baru pada 21 Mei 1998 masih segar dalam ingatan kita bahwa pemerintahan yang tidak bersih dan mengabaikan rasa keadilan tidak akan mendapat dukungan dan kepercayaan dari rakyat. Benarlah apa yang dikatakan pujangga Mesir Syauqy Beyq : Suatu bangsa yang kokoh bertahan. Selama akhlak mewarnai kehidupan.
Setiap orang pasti merindukan pemerintah yang bersih, jujur, kuat, berani dan berwibawa. Harapan itu merupakan amanat dari Pancasila dan UUD 1945 yang selalu mendambakan pemerintahan yang memiliki moral kemanusiaan dengan semangat kebangsaan. Disamping itu, peran pemuda dalam mengisi kemerdekaan serta pembangunan nasional telah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan bangsa. Kepeloporan pemuda dalam pembangunan bangsa dan negara harus dipertahankan sebagai generasi penerus yang memiliki jiwa pejuang, perintis dan kepekaan terhadap social, politik dan lingkungan. Hal ini dibarengi pula oleh sikap mandiri, disiplin, dan memiliki sifat yang bertanggungjawab, inovatif, ulet, tangguh, jujur, berani dan rela berkorban dengan dilandasi oleh semangat cinta tanah air.
Maka hasil dari sebuah refleksi dari kepemimpinan pemerintah selama ini mengatakan generasi terdahulu belum bisa menunjukan dirinya sebagai pemimpin. Dalam berbagai kebijakan-kebijakannya pemerintah tidak pro rakyat. Kenaikan harga BBM, kenaikan harga bahan-bahan pokok, serta bahan-bahan baku lainnya adalah bukti dari dampak kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Mereka masih berpegang teguh pada aturan lama yang selalu memihak kelompok berduit.
Kenyataan ini telah disadari oleh kaum muda Indonesia. Kesadaran yang diharapkan mendorong segenap kaum muda untuk segera mempersiapkan dan merancang prosesi pergantian generasi. Karena pada hakikatnya kita membutuhkan wajah-wajah baru. Sehingga muka lama yang hampir usang itu bisa tergantikan dengan muka baru yang lebih muda serta juga memiliki cita-cita dan semangat baru.
Indonesia membutuhkan pemimpin dari kaum muda yang mampu merepresentasikan wajah baru kepemimpinan bangsa. Ini bukan tanpa alasan, karena kaum muda dapat dipastikan hanya memiliki masa depan dan nyaris tidak memiliki masa lalu. Dan ini sesuai dengan kebutuhan Indonesia kini dan ke depannya yang perlu mulai belajar melihat ke depan, dan tidak lagi berasyik-masyuk dengan tabiat yang suka melihat ke belakang. Kita harus segera maju ke kepan dan bukan berjalan ke masa lalu. Dan secara filosofisnya, masa depan itu adalah milik kaum muda. Mereka lebih steril dari berbagai penyimpangan orde yang telah lalu. Mereka tidak memiliki dendam masa lalu dengan lawan politiknya. Mereka tidak memiliki kekelaman masa lalu. Mereka juga tidak memiliki trauma masa lalu yang sangat mungkin akan membayang-bayangi jika nanti ditakdirkan memimpin. Lebih dari itu, kaum muda paling memiliki masa depan yang bisa mereka tatap dengan ketajaman dan kecemerlangan visi serta memperjuangkannya dengan keberanian dan energi yang lebih baru.
Dalam perjalanan zaman, sejarah baru selalu ditandai dengan lahirnya generasi baru. Dalam kancah sejarah, generasi baru yang mengukir sejarah baru itu adalah dari kalangan kaum muda. Perputaran sejarah juga telah membuktikan bahwa setiap generasi itu ada umurnya. Dengan demikian, nama-nama yang muncul sekarang sebagai calon pemimpin yang sebenarnya adalah satu generasi, juga ada umurnya.
Inilah peluang yang mesti dijemput oleh kaum muda saat ini. Sebuah peluang untuk mempertemukan berakhirnya umur generasi itu dengan muara dari gerakan kaum muda untuk menyambut pergantian generasi dan menjaga perputaran sejarah dengan ukiran-ukiran prestasi baru. Maka, harapannya adalah bagaimana kaum muda tidak membiarkan begitu saja sejarah melakukan pergantian generasi itu tanpa kaum muda menjadi subjek di dalamnya.
1. Pelapisan Sosial
1.1. Pengertian Pelapisan Sosial
Pengaruh pelapisan sosial merupakan gejala umum yang dapat ditemukan di setiap masyarakat pada segala zaman. Betapapun sederhananya suatu masyarakat gejala ini pasti dijumpai. Pada sekitar 2000 tahun yang lalu, Aristoteles menyatakan bahwa di dalam setiap negara selalu terdapat tiga unsur yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat dan mereka yang ada di tengah-tengah.
Adam Smith membagi masyarakat ke dalam tiga kategori yaitu orang-orang yang hidup dari penyewaan tanah, orang-orang yang hidup dari upah kerja, dari keuntungan perdagangan. Sedangkan Thorstein Veblen membagi masyarakat ke dalam dua golongan yang pekerja, berjuang untuk mempertahankan hidup dan golongan yang banyak mempunyai waktu luang karena kekayaannya.
Pernyataan tiga tokoh di atas membuktikan bahwa pada zaman ketika mereka hidup dan dapat diduga pula pada zaman sebelumnya, orang-orang telah meyakini adanya sistem pelapisan dalam masyarakat, yang didalam studi sosiologi disebut pelapisan.
Sedangkan pelapisan sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau para warga masyarakat ke dalam kelas secara hierarkis (bertingkat). Perwujudan adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah di dalam masyarakat.
Di dalam masyarakat terdapat pelapisan sosial yang akan selalu ditemukan dalam masyarakat selama di dalam masyarakat tersebut terdapat sesuatu yang dihargai demikian menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam bukunya “Setangkai Bunga Sosiologi”, sesuatu yang dihargai itu adalah uang atau benda-benda yang lain yang bernilai ekonomis, politis, agamis, sosial maupun kultural.
Adanya kelas yang tinggi dan kelas yang rendah itu disebabkan karena di dalam masyarakat terdapat ketidakseimbangan atau ketimpangan (inequality) dalam pembagian sesuatu yang dihargai yang kemudian menjadi hak dan kewajiban yang dipikul dari warga masyarakat ada segolongan orang yang mendapatkan pembagian lebih besar dan ada pula mendapatkan pembagian lebih kecil, sedangkan yang mendapatkan lebih besar mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi, yang mendapatkan lebih kecil menduduki pelapisan yang lebih rendah. Pelapisan mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama atau organisasi sosial.
Pelapisan sosial merupakan hasil dari kebiasaan manusia berhubungan antara satu dengan yang lain secara teratur dan tersusun biak secara perorangan maupun kelompok, setiap orang akan mempunyai situasi sosial (yang mendorong untuk mengambil posisi sosial tertentu. (Drs. Taufik Rahman Dhohir, 2000)
1.2. Terjadinya Pelapisan Sosial
Terjadinya Pelapisan Sosial terbagi menjadi 2, yaitu:
• Terjadi dengan Sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
• Terjadi dengan Sengaja
Sistem pelapisan ini dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.
Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja, mengandung 2 sistem, yaitu:
1. Sistem Fungsional, merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
2. Sistem Skalar, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas ( Vertikal ).
1.3. Perbedaan sistem pelapisan dalam masyarakat
Masyarakat terdiri dari berbagai latar belakang dan pelapisan sosial yang berbeda-beda. Pelapisan sosial merupakan pemilah-milah kelompok sosial berdasarkan status, strata dan kemampuan individu tersebut yang terjadisecara alami didalam masyarakat. Terjadinya pelapisa sosial berdasarkan adanya cara pandang masyarakat yang berbeda-beda dengan dilatarbelakangi oleh status sosial, strata sosial dan kemampuan ekonomi yang berbeda-beda. Adapun perbedaan sistem pelapisan dalam masyarakat.
1. Sistem pelapisan masyarakat tertutup diantaranya, Kasta Brahmana (pendeta), Kasta Ksatria (golongan bangsawan), Kasta Waisya (golongan pedagang), Kasta Sudra (golongan rakyat jelata) dan Kasta Paria (golongan orang yang tidak memiliki kasta).
2. Sistem pelapisan masyarakat terbuka. Setiap orang mempunyai kesempatan untuk menempati jabatan, jika orang tersebut menpunyai kemampuan pada bidang tersebut.
Kesamaan derajat terjadi karena adanya perbedaan kemampuan yang terjadi dalam bermasyarakat. Oleh sebabitu munculah lapisan-lapisan yang dapat menyatukan hal yang awalnya berbeda kemudian menjadi satu, hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang 1945 tentang hak asasi manusia.
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).
1.4. Beberapa teori tentang pelapisan social
Pelapisan masyarakat dibagi menjadi beberapa kelas :
• Kelas atas (upper class).
• Kelas bawah (lower class).
• Kelas menengah (middle class).
• Kelas menengah ke bawah (lower middle class).
Beberapa teori tentang pelapisan masyarakat dicantumkan di sini :
1. Aristoteles mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap Negara terdapat tiga unsure, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat sekali, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya.
2. Prof. Dr. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH. MA. menyatakan bahwa selama di dalam masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai.
3. Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada dua kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu yaitu golongan Elite dan golongan Non Elite. Menurut dia pangkal dari pada perbedaan itu karena ada orang-orang yang memiliki kecakapan, watak, keahlian dan kapasitas yang berbeda-beda.
4. Gaotano Mosoa dalam “The Ruling Class” menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas pertama (jumlahnya selalu sedikit) dan kelas kedua (jumlahnya lebih banyak).
5. Karl Mark menjelaskan terdapat dua macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyainya dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.

2. Kesamaan Derajat
1.1. Tentang kesamaan derajat
Kesamaan derajat adalah suatu sifat yang menghubungankan antara manusia dengan lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan Negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam perundang-undangan atau Konstitusi. Undang-undang itu berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat. Kesamaan derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai faktor kehidupan.
Pelapisan sosial dan kesamaan derajat mempunyai hubungan, kedua hal ini berkaitan satu sama lain. Pelapisan soasial berarti pembedaan antar kelas-kelas dalam masyarakat yaitu antara kelas tinggi dan kelas rendah, sedangkan Kesamaan derajat adalah suatu yang membuat bagaimana semua masyarakat ada dalam kelas yang sama tiada perbedaan kekuasaan dan memiliki hak yang sama sebagai warga negara, sehingga tidak ada dinding pembatas antara kalangan atas dan kalangan bawah.
1.2. Pasal-Pasal di dalam UUD45 tentang persamaan hak
UUD 1945 menjamin hak atas persamaan kedudukan, hak atas kepastian hukum yang adil, hak mendapat perlakuan yang sama di depan hukum dan hak atas kesempatan yang sama dalam suatu pemerintahan.
Setiap masyarakat memiliki hak yang sama dan setara sesuai amanat UUD 1945, yaitu Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan,” setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada pengecualiannya”. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan,” setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan,” setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 menyatakan, ”Setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan ddari perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Norma-norma konstitusional di atas, mencerminkan prinsip-prinsip hak azasi manusia yang berlaku bagi seluruh manusia secara universal.
1.3. Empat pokok hak asasi dalam 4 pasal yang tercantum pada UUD 45
Hukum dibuat dimaksudkan untuk melindungi dan mengatur masyarakat secara umum tanpa adanya perbedaan. Jika dilihat, ada empat pasal yang memuat ketentuan-ketentuan tentang hak-hak asasi, yakni pasal 27, 28, 29, dan 31.
Empat pokok hak-hak asasi dalam 4 pasal yang tercantum di UUD 1945 adalah sebagai berikut :
• Pokok Pertama, mengenai kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan di muka pemerintahan. Pasal 27 ayat 1 menetapkan bahwa “Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Di dalam perumusan ini dinyatakan adanya suatu kewajiban dasar di samping hak asasi yang dimiliki oleh warga negara, yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian perumusan ini secara prinsipil telah membuka suatu sistem yang berlainan sekali daripada sistem perumusan “Human Rights” itu secara Barat, hanya menyebutkan hak tanpa ada kewajiban di sampingnya.
Kemudian yang ditetapkan dalam pasal 27 ayat 2, ialah hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
• Pokok Kedua, ditetapkan dalam pasal 28 ditetapkan, bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh Undang-Undang”.
• Pokok Ketiga, dalam pasal 29 ayat 2 dirumuskan kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara, yang berbunyi sebagai berikut : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
• Pokok Keempat, adalah pasal 31 yang mengatur hak asasi mengenai pengajaran yang berbunyi : (1) “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” dan (2) “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.

3. Elite Dan Massa
1.1. Pengertian Elite
Dalam pengertian yang umum elite itu menunjuk sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih yang khusus dapat diartikan sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan.
Dalam cara pemakaiannya yang lebih umum elite dimaksudkan: “posisi di dalam masyarakat di puncak struktur-struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan dinas”.
Tipe masyarakat dan sifat kebudayaan sangat menentukan watak elite. Dalam masyarakat industri watak elitenya berbeda sama sekali dengan elite di dalam masyarakat primitif.Di dalam suatu lapisan masyarakat tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci ataumereka yang memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai kebijaksanaan. mereka itu mungkin para pejabat tugas, ulama, guru, petani kaya, pedagang kaya, pensiunan dan lainnya lagi.Para pemuka pendapat (opinion leader) inilah pada umumnya memegang strategi kunci dan memiliki status tersendiri yang akhirnya merupakan elite masyarakatnya
1.2. Fungsi elite dalam memegang strategi
Dalam suatu kehidupan sosial yang teratur, baik dalam konteks luas maupun yang lebih sempit, dalam kelompok heterogen maupun homogen selalu ada kecenderungan untuk menyisihkan satu golongan tersendiri sebagai satu golongan yang penting, memiliki kekuasaan dan mendapatkan kedudukan yang terkemuka jika dibandingkan dengan massa. Penentuan golongan minoritas ini
Didasarkan pada penghargaan masyarakat terhadap peranan yang dilancarkan dalam kehidupan masa kini serta andilnya dalam meletakkan,dasar-dasar kehidupan yang akan dating. Golongan minoritas yang berada pada posisi atas yang secara fungsional dapat berkuasa adan menentukan dalam studi sosial dikenal dengan elite. Elite adalah suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat untuk melayani suatu kolektivitas dengan cara yang bernilai sosial.
Golongan elite sebagai minoritas sering ditampakkan dengan beberapa bentuk penampilan antara lain :
a. Elite menduduki posisi yang penting dan cenderung merupakan poros kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
b. Faktor utama yang menentukan kedudukan mereka adalah keunggulan dan keberhasilan yang dilandasi oleh kemampuan baik yanag bersifat fisik maupun psikhis, material maupun immaterial, merupakan heriditer maupun pencapaian.
c. Dalam hal tanggung jawab, mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar jika dibandingkan dengan masyarakat lain.
d. Ciri-Ciri lain yang merupakan konsekuensi logis dari ketiga hal di atas adalah imbalan yang lebih besar yang diperoleh atas pekerjaan dan usahanya.
1.3. Pengertian Massa
Istilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spontan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tapi yanag secara fundamental berbeda dengannya dalam hal-hal yang lain.
Massa diwakili oleh orang-orang yang berperan serta dalam perilaku massal sepertinya mereka yang terbangkitkan minatnya oleh beberapa peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebagai diberitakan dalam pers, atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam arti luas.
1.4. Ciri-ciri massa
Terhadap beberapa hal yang penting sebagian ciri-ciri yang membedakan di dalam massa :
1. Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tingkat kemakamuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka sebagai massa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti suatu proses peradilan tentang pembunuhan misalnya melalui pers.
2. Massa merupakan kelompok yang anonim, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang anonim.
3. Sedikit sekali interaksi atau bertukar pengalaman antara anggota¬anggotanya.
Berikut sebuah tips atau metode penyelesaian masalah untuk menghasilkan kesimpulan yang maksimal, sebelum akhirnya mengambil keputusan untuk di jalankan.

Kaji dan periksa kembali masalah anda dengan cara lain, dan temukan perspektif baru yang tidak Anda pikirkan sebelumnya. Dan lalu rembuk diskusikan pendapat atau mencatat alternatif secara cepat, bagaimana pun bodohnya obyek yang di kaji.
Dan setelah anda mendapatkan suatu suatu ide alternatif untuk di masukan kedalam konsep pengkajian, maka akan membuka berbagai kemungkinan dalam membuat catatan mengenai semuanya:
Saat suatu metode penyelesaian yang cocok dapat menyelesaikan masalah, itu mungkin tidak akan berfungsi kalau sumber tidak tersedia, kalau orang-orang tidak menerimanya, atau itu menyebabkan masalah baru.
Dan kebalikannya suatu metode akan layak berfungsi jika, sumber tersedia, di terima orang lain, dan tidak menyebabkan masalah baru.
  * HUKUM DAN MASYARAKAT *
Perkembangan masyarakat dan hukum terus melaju seakan terus mengikuti perkembangan zaman. Meskipun kadang perkembangan hukum masih harus tertatih-tatih mengikuti perkembangan zaman, namun ia berusaha untuk terus memberikan sumbangsih pada kegiatan dan upaya pengkajian hukum ini. Hal ini berlaku pula pada pandangan terhadap perkembangan birokrasi-birokrasi yang berhubungan dengan struktur hukum itu. Bentuk-bentuk hukum yang menekankan pada kekuasaannya mulai dilkritisi dan diubah menjadi aturan hukum yang lebih mengakar kepada keinginan masyarakat luas dimana, bentuk hukum dan dikenal sebagai rasionalitas formal, diarahkan kepada rasionalitas substansif.
Dengan tingkat kesejahteraan dan peraturan, tekanan yang lebih besar yang selama ini ditempatkan pada hukum rasional formal yang memberikan perhatian dan fungsi pada orientasi pemerintah akan banyak mengarah pada pembangunan hukum yang berorientasi pada penguatan sub-sub sistem yang ada pada masyrakat, agar natinya hukum akan dapat digunakan sebagai instrument untuk orientasi tujuan dan intervensi arah dengan maksud tertentu. Dengan adanya upaya itu maka perlu dilakukan suatu usaha sebagai ‘rematerialisasi hukum’ sehingga terus ada upaya dalam menuju suatu tatanan hukum modern. Dengan demikian maka orientasi hukum dan masyarakat harus senantiasa didengungkan agar bagian dari warisan program status welfare-regulatory ini akan berkembang menuju mengacu pada solusi dalam merubah rasionalitas formal ini, sebab hukum dibentuk tidak untuk hanya kepentingan hukum itu sendiri, namun untuk kepentingan manusia dan kehidupan masyarakat. Oleh karena disadari bahwa kehidupan manusia dan masyarakat tanpa aturan hukum akan kacau atau tidak tertib.
Perubahan pemikiran hukum dari rasionalitas formal ke rasionalitas substantif digunakan sebagai instrumen untuk melakukan perubahan yg berorientasi pada suatu tujuan atau sasaran, yang lebih umum dan terbuka serta lebih terinci. Pendekatan teori neo-evolusioner menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi pada tatanan hukum dan masyarakat dalam suatu negara yang oleh Teubner menggunakan mengarahkan kepada satu perspektif proses perubahan hukum dan sosial dengan hukum refleksif. Sebelumnya, Teubner dalam menguraikan pendapat Phillipe Nonet dan Phillip Selznick bahwa Nonet dan Selznick mengembangkan model hukum dengan tiga tahapan evolusioner yakni: represif, otonom, dan responsif.
MACAM MACAM HUKUM
itu dapat dibedakan / digolongkan / dibagi menurut bentuk, sifat, sumber, tempat berlaku, isi dan cara mempertahankannya.

Menurut bentuknya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Tertulis, adalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam perundang-undangan. COntoh : hukum pidana dituliskan pada KUHPidana, hukum perdata dicantumkan pada KUHPerdata.

2. Hukum Tidak Tertulis, adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam perundang-undangan. Contoh : hukum adat tidak dituliskan atau tidak dicantumkan pada perundang-undangan tetapi dipatuhi oleh daerah tertentu.
Hukum tertulis sendiri masih dibagi menjadi dua, yakni hukum tertulis yang dikodifikasikan dan yang tidak dikodifikasikan. Dikodifikasikan artinya hukum tersebut dibukukan dalam lembaran negara dan diundangkan atau diumumkan. Indonesia menganut hukum tertulis yang dikodifikasi. Kelebihannya adalah adanya kepastian hukum dan penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum. Kekurangannya adalah hukum tersebut bila dikonotasikan bergeraknya lambat atau tidak dapat mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju.
Menurut sifatnya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum yang mengatur, yakni hukum yang dapat diabaikan bila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
2. Hukum yang memaksa, yakni hukum yang dalam keadaan apapun memiliki paksaan yang tegas.

Menurut sumbernya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Undang-Undang, yakni hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
2. Hukum Kebiasaan (adat), yakni hukum yang ada di dalam peraturan-peraturan adat.
3. Hukum Jurisprudensi, yakni hukum yang terbentuk karena keputusan hakim di masa yang lampau dalam perkara yang sama.
4. Hukum Traktat, yakni hukum yang terbentuk karena adanya perjanjian antara negara yang terlibat di dalamnya.

Menurut tempat berlakunyanya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2. HUkum Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antar negara.
3. Hukum Asing adalah hukum yang berlaku di negara asing.

Menurut isinya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Privat (Hukum Sipil), adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan dan orang yang lain. Dapat dikatakan hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan warganegara. Contoh : Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Tetap dalam arti sempit hukum sipil disebut juga hukum perdata.
2. Hukum Negara (Hukum Publik) dibedakan menjadi hukum pidana, tata negara dan administrasi negara.
a. Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan negara
b. Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan alat perlengkapan negara.
c. Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antar alat perlengkapan negara, hubungan pemerintah pusat dengan daerah.

Menurut cara mempertahankannya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Materiil, yaitu hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah dan larangan. Contoh Hukum Pidana, Hukum Perdata. Yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Materiil dan Hukum Perdata Materiil.
2. Hukum Formil, yaitu hukum yang mengatur cara-cara mempertahankan dan melaksanakan hukum materiil. Contoh Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.
Berdasarkan UUD 1945 Indonesia merupakan Negara hukum. Semua rakyatnya memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Tetapi apakah dalam penerapannya sudah sesuai dengan UUD tersebut?
Sepertinya amanat itu belum dapat terealisasikan bahkan setelah Indonesia telah lebih dari ½ abad memperoleh kemerdekaan. Sepertinya kita pun hanya berangan untuk mendapatkan keadilan yang setara di Indonesia. Apabila kita cermati hukum di Indonesia saat ini penuh dengan kebobrokan kalaupun hukum ditegakan unsur diskriminatif terlihat jelas dalam proses penegakan hukum tersebut.
Praktik-praktik penyelewengan dalam proses hukum seperti mafia peradilan, proses peradilan hukum yang diskriminatif, jual-beli putusan hakim, atau tebang pilih kasus merupakan realitas sehari-hari yang secara nyata dapat kita lihat dalam praktik penegakan hukum di Negara ini. Dampak dari penyelewangan hukum ini adalah kerusakan dan kehancuran di segala bidang (politik, perekonomian, budaya dan social). Selain itu menyebabkan masyarakat kehilangan rasa hormat dan timbulnya ketidak percayaan terhadap aparat penegak hukum di negeri ini. Sehingga membuat masyarakat mencari keadilan sendiri. Oleh karena, itu praktik main hakim sendiri sangat terlihat di masyarakat kita. Contoh kasus upaya pembacokan seorang hakim yang terlibat kasus korupsi oleh seorang aktivis LSM karena sang pelaku geram dengan para pelaku korupsi yang merugikan Negara ini.
Sebenarnya apakah masalah yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia? Jika dikaji secara mendalam terdpat beberapa factor sulitanya penegakan hukum di Indonesia yaitu:
1. Lemahnya “politic will” dan “politic action” para pemimpin Negara.
Dimana supermasi hukum masih sebatas retrorika dan jargo-jargon politik belaka yang berngaung ketika kampanye tanpa bukti yang pasti.
2. Campur tangan politik
Banyak sekali kasus hukum di Indonesia yang terhambat karena adanya campur tangan politik didalamnya. Sebut saja kasus Bank Century yang berpotensi menyeret kalangan eksekutif ke jalur hukum, mudurnya Sri Mulyani dari mentri keuangan lantaran diduga terkait kasus ini. Serta kasus yang terbaru penyalahgunaan dana wisma atlet yang menyeret Nazarudin sebagai tersangka dimana ia adalah salah seorang bendahara umum di salah satu partai yang tengah berkuasa di Indonesia dan walaupun masih dugaan kasus ini banyak melibatkan para penguasa di Negara ini. Seharusnya hukum tidak bisa dicampur adukan dengan politik. Hukum tidak bisa pandang bulu siapapun itu yang terlibat di dalamnya harus benar-benar diganjar hukuman sesuai perbuatannya tanpa melihat siapa dan apa kedudukannya di Negara ini.
3. Kedewasaan Berpolitik
Berbagai sikap yang diperlihatkan oleh partai politik saat kadernya terkena kasus poltik sesungguhnya memperlihatkan ketidak dewasaan para elit politik di Negara hukum ini. Sikap saling sandera serta cenderung mengadvokasi para kader termasuk ketidakmauan untuk memberikan informasi kepada aparat penegak hukum terkait dengan beberapa kasus korupsi yang sedang berlangsung saat ini. Sikap kooperatif dan transparansi dalam penegakan hukum dianak tirikan, sedangkan politik pencitraan diutamakan agar tetap eksis di hadapan masyarakat.
4. Peraturan perundangan yang lebih berpihak kepada kepentingan penguasa dibandingkan kepentingan rakyat.
Hal ini dapat terliahat jelas terhadap hukuman yang diberikan kepada para penguasa yang terjerat kasus korupsi hanya diberikan hukuman yang ringan padahal mereka sangat merugikan Negara sedangkan rakyat kecil yang melakukan kesalahan dikarenakan kemiskinan yang menjerat mereka dihukum dengan berat tanpa adanya perikemanusiaan.
5. Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum dalam menegakan hukum.
Moral yang ada di beberapa aparat penegak hukum di Indonesia saat ini bisa dikatakan sangat rendah. Mereka dapat dengan mudahnya disuap oleh para tersangka agar mereka bisa terbebas atau paling tidak mendapat hukuman yang rendah dari kasus hukum yang mereka hadapi. Padahal para aparat ini telah disumpah saat ia memangkuh jabatannya sebagai penegak hukum. Terjadi pelanggaran moral ini kerena kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan dibanding kebutuhan psikis yang seharusnya sama. Hakikat manusia adalah makhluk budaya yang menyadari bahwa yang benar , yang indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikhis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia. Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohani tercapai dalam keadaan seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan terjadi dalam suasana tertib, damai dan serasi (nilai etis, moral).
6. Faktor Sosial Masyrakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai pengaruh dalam proses penegakan hukum. Tetapi masyarakat Indonesia cenderung menyerahkan semuanya terhadap para aparat tanpa adanya pengawasan. Akibatnya baik buruknya hukum selalu dikaitkan dengan pola perilaku para penegak hukum. Padahal proses peradilan bukan hanya tentang pasal-pasal melainkan proses perilaku masyarakat dan berlangsung dalam struktur social tertentu.
7. Ekonomi
Factor ekonomi juga sangat mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia, antara lain:
1. Penghasilan kurang mencukupi kebutuhan hidup,
2. Kebutuhan hidup yang mendesak,
3. Gaya hidup konsumtif dan materialistis, tak dipungkiri, pola hidup seperti ini menghinggapi sebagian besar penduduk bumi. Dibenaknya yang terpikir hanya uang,
5. Rendahnya gaji PNS,
6. Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal.

Untuk bisa menegakan hukum sesuai dengan amanat UUD 1945 maka para aparat hukum haruslah taat terhadapa hukum dan berpegang pada nilai-nilai moral dan etika yang berlaku di masyarakat. Apabila kedua unsur ini terpenuhi maka diharapkan penegakan hukum secara adil juga dapat terjadi di Indonesia.
Kejadian-kejadian yang selama ini terjadi diharapkan dapat menjadi proses mawas diri bagi para aparat hukum dalam penegakan hukum di Indonesia. Sikap mawas diri merupakan sifat terpuji yang dapat dilakukan oleh para aparat penegak hukum disertai upaya pembenahan dalam system pengakan hukum di Indonesia.

Eddy Wijaya
1KA39
A137235 - 12113758

Rabu, 23 Oktober 2013

HUBUNGAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT 

Banyak para ahli telah memberikan pengertian tentang masyarakat. Smith, Stanley dan Shores mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok individu - individu yang terorganisasi serta berfikir tentang diri mereka sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda. (Smith, Stanley, Shores, 1950, p. 5).

Dari pengertian tersebut di atas ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa masyarakat itu kelompok yang terorganisasi dan masyarakat itu suatu kelompok yang berpikir tentang dirinya sendiri yang berbeda dengan kelompok yang lain. Oleh karena itu orang yang berjalan bersama-sama atau duduk bersama - sama yang tidak terorganisasi bukanlah masyarakat. Kelompok yang tidak berpikir tentang kelompoknya sebagai suatu kelompok bukanlah masyarakat. Oleh karena itu kelompok burung yang terbang bersama dan semut yang berbaris rapi bukanlah masyarakat dalam arti yang sebenarnya sebab mereka berkelompok hanya berdasarkan naluri saja.

Znaniecki menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang meliputi unit biofisik para individu yang bertempat tinggal pada suatu daerah geografis tertentu selama periiode waktu tertentu dari suatu generasi. Dalam sosiologi suatu masyarakat dibentuk hanya dalam kesejajaran kedudukan yang diterapkan dalam suatu organisasi. (F Znaniecki, 1950, p. 145),

Jika kita bandingkan dua pendapat tersebut di atas tampak bahwa pendapat Znaniecki tersebut memunculkan unsur baru dalam pengertian masyarakat yaitu masyarakat itu suatu kelompok yang telah bertempat tinggal pada suatu daerah tertentu dalam lingkungan geografis tertentu dan kelompok itu merupakan suatu sistem biofisik. Oleh karena itu masyarakat bukanlah kelompok yang berkumpul secara mekanis akan tetapi berkumpul secara sistemik. Manusia yang satu dengan yang lain saling memberi, manusia dengan lingkungannya selain menerima dan saling memberi. Konsep ini dipengaruhi oleh konsep pandangan ekologis terhadap satwa sekalian alam.

Parson menjelaskan bahwa suatu sistem sosial di mana semua fungsi prasyarat yang bersumber dan dalam dirinya sendiri bertemu secara ajeg (tetap) disebut masyarakat. Sistem sosial terdiri dari pluralitas prilaku - prilaku perseorangan yang berinteraksi satu sama lain dalam suatu lingkungan fisik. Jika masing - masing individu ini berinteraksi dalam waktu yang lama dari generasi ke generasi dan terjadi pada proses sosialisasi pada generasi tersebut maka aspek ini akan menjadi aspek yang penting dalam sistem sosial. Dalam berintegrasi dan bersosialisasi ini kelompok tersebut mempergunakan kerangka acuan pendidikan.

Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka W F Connell (1972, p. 68-69) menyimpulkan bahwa masyarakat adalah:
  1. Suatu kelompok orang yang berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai kelompok yang berbeda, diorganisasi, sebagai kelompok yang diorganisasi secara tetap untuk waktu yang lama dalam rintang kehidupan seseorang secara terbuka dan bekerja pada daerah geografls tertentu.
  2. Kelompok orang yang mencari penghidupan secara berkelompok, sampai turun temurun dan mensosialkan anggota anggotanya melalui pendidikan.
  3. Suatu ke orang yang mempunyai sistem kekerabatan yang terorganisasi yang mengikat anggota - anggotanya secara bersama dalam keselurühan yang terorganisasi.

 
Pendapat tersebut di atas tidak berbeda dengan pendapat Liton yang dikutip oleh Indan Encang (1982, p.14) yang menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tartentu.

Pengertian masyarakat tersebut di atas merupakan pengertian yang sangat luas. Penduduk Indonesia sebagai masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Penduduk yang berpikir tentang dirinya sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda dengan kelompok penduduk pada suatu masyarakat lain seperti penduduk Singapura, kelompok Jawa, Sunda, Banjar, Maluku, Sasak merupakan kelompok bagian dari penduduk Indonesia.
  2. Penduduk Indonesia ini secara relatif mencukupi kebutuhan diri sendiri sebagai suatu kelompok yaitu mencukupi kehidupannya dalam masyarakatnya terutama dengan bercocok tanam yang ditopang dengan perindustrian.
  3. Penduduk Indonesia telah ada sebagai kelompok sosial yang diakui pada periode waktu yang lama sampai sekarang, yaitu sejak Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.
  4. Mereka hidup dan bekerja dalam beribu - ribu pulau besar dan kecil yang terletak di daerah geografis antara Samudera India dan Samudra Pasifik antara benua Asia dan Australia.
  5. Pengarahan anggota dari masyarakat Indonesia ini melalui unit - unit keluarga yang kecil seperti kelompok-kelompok etnik dan keluarga merupakan kelompok yang terkecil.
  6. Sosialisasi anak - anak melalui sekolah terutama pada anak - anak umur empat atau lima tahun sampai 18 tahun baik melalui sekolah negeri maupun swasta baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non-formal.
  7. Masyarakat Indonesia ini mengikat anggota - anggotanya melalui sistem yang digeneralisasikan dan suatu kekerabatan. Sistem ini didasarkan pada prinsip - prinsip demokrasi, dalam kehidupan sosial politik, kehidupan ekonomi dan lapangan kehidupan yang lain. Ikatan yang paling kuat adalah adanya satu pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan dasar hukum nasional yang satu yaitu UUD 1945.


Pengertian individu :

Dalam ilmu sosial individu merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Umpama keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah merupakan individu yang sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian pula Ibu. Anak masih dapat dibagi sebab dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu.
  
Hubungan individu dan masyarakat secara umum :

Hubungan antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono Soekanto (1981, p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah ditelaah tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p. 10) lebih lanjut menjelaskah bahwa pembahasan tentang hubung individu dan masyarakat telah dibahas sejak Socrates guru Plato.

Hubungan antara individu dan masyarakat telah.banyak disoroti oleh para ahli baik para filsuf maupun para ilmuan sosial. Berbagai pandangan itu pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga pendapat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa:
  1. Masyarakat yang menentukan individu.
  2. Individu yang menentuk masyarakat.
  3. Individu dan masyarakat saling menentukan.


Pandangan yang pertama terhadap hubungan antara masyarakat dan individu didasarkan bahwa masyarakat itu mempunyai suatu realitas tersendini. Masyarakat yang penting dan Individu itu hidup untuk masyarakat. Pandangan ini berakar pada realisme yaitu suatu aliran filsafat yang mengatakan bahwa konsep - konsep umum seperti manusia binatang, pohon, keadaan, keindahan dan sebagainya itu mewakili realita luar diri yang memikirkan mereka. Jadi di luar manusia yang sedang berpikir ada suatu realitas tertentu yang bersifat umum. Oleh karena itu berlaku secara umum dan tidak terikat oleh yang satu persatu. Jika mengatakan manusia itu makhluk jasmani dan rohani, maka kita membicarakan setiap manusia terlepas dan manusia yang manapun dan di manapun. Konsekuensi dari pendapat itu maka masyarakat itu merupakan suatu realitas. Masyarakat memiliki realitas tersendiri dan tidak terikat oleh unsur yang lain dan yang berlaku umum. Masyarakat yang dipindahkan oleh seseorang itu berada di luar orang yang berpikir tentang masyarakat itu sendiri. Sebelum individu ada masyarakat yang dipikirkan itu telah ada. Oleh karena itu masyarakat itu tidak terikat pada individu yang memikirkannya. Menurut K J Veerger (1986) ada tiga pandangan yang memandang masyarakat sebagai suatu realitas yaitu pandangan holistis, organis dan kolektivitis.

Pandangan holisme terhadap hubungan individu dan masyarakat. Istilah holisme berasal dan bahasa Yunani, Holos yang berarti keseluruhan. Holisme memandang secara berlebihan terhadap totalitas (keseluruhan) path kesatuan kehidupan manusia dengan mengingkari adanya perbedaan di antara manusia. Keseluruhan dipandang sebagai sesuatu hal yang melebihi dari bagian-bagian. Pandangan yang bersifat holistis ini tampak pada pandangan Aguste Comte (1798 - 1853). Menurut Aguste Comte masyarakat dilihat suatu kesatuan di mana dalam bentuk dan arahnya tidak tergantung pada inisiatif bebas anggotanya, melainkan pada proses spontan otomatis perkembangan akal budi manusia. Akal budi dan cara orang berpikir berkembang dengan sendirinya. Prosesnya berlangsung secara bertahap, merupakan proses alam yang tak terelakkan dan tak terhentikan. Perkembangan ini dikuasal Oleh hukum universal yang berlaku bagi semua orang di manapun dan kapanpun Dan pandangan Comte in dapat diketahui bahwa umat manusia itu dipandang sebagai suatu keseluruhan, individu merupakan bagian-bagian yang hidup untuk kepentingan keseluruhan.

Pandangan organisme terhadap hubungan antara individu dan masyarakat. Organisme suatu aliran yang berpendapat bahwa masyarakat itu berevolusi atau berkembang berdasarkan suatu pninsip intrinsik di dalani dirinya sama seperti halnya dengan tiap-tiap organisme atau makhluk hidup. Prinsip perkembangan ini berperan dengan lepas bebas dari kesadaran dan kemauan anggota masyarakat.

Pandangan hubungan antara individu dan masyarakat sesuai dengan konsep organisme muncul dari Herbart Spencer (1985) diringkas oleh Margaret H Poloma (1979) sebagai berikut:
  1.  Masyarakat maupun organisme hidup sama - sama mengalami pertumbuhan.
  2. Disebabkan oleh pertambahan dalam ukurannya, maka struktur tubuh sosial (social body) maupun tubuh organisme hidup (living body) itu mengalami pertambahan pula, dimana semakin besar suatu struktur sosial maka semakin banyak pula bagian - bagiannya, seperti halnya dengan sistem biologis yang menjadi semakin kompleks sementara ia tumbuh menjadi semakin besar Binatang yang lebih kecil, misalnya cacing tanah, hanya sedikit memiliki bagian - bagian yang dapat dibedakan bila dibanding dengan makhluk yang lebih sempurna, misalnya manusia.
  3. Tiap bagian yang tumbuh di dalam tubuh organisme biologis maupun organisme sosial memiliki fungsi dan tujuan tertentu: “mereka tumbuh menjadi organ yang berbeda dengan tugas yang berbeda pula”. Pada manusia, hati memiliki struktur dan fungsi yang berbeda dengan paru - paru; demikian juga dengan keluarga sebagai struktur institusional memiliki tujuan yang berbeda dengan sistem politik atau alconomi.
  4. Baik di dalam sistem organisme maupun sistem sosial, perubahan pada suatu bagian akan mengakibatkan perubahan pada bagian lain dan pada akhirnya di dalam sistem secara keseluruhan. Perubahan sistem politik dari suatu pemerintahan demokratis ke suatu pemerintahan totaliter akan mempengaruhi keluarga, pendidikan, agama dan sebagainya. Bagian-bagian itu saling berkaitan satu sama lain.
  5. Bagian - bagian tersebut, walau saling berkaitan, merupakan suatu struktur mikro yang dapat dipelajari secara terpisah. Demikianlah maka sistem peredaran atau sistem pembuangan merupakan pusat perhatian para spesialis biologi dan media, seperti halnya sistem politik atau sistern ekonomi merupakan sasaran pengkajian para ahli politik dan ekonomi.


Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa menurut Spencer masyarakat dipandang sebagai organisme hidup yang alamiah dan deterministis (bebas). Semua gejala sosial diterangkan berdasarkan hukum alam. Hukum yang mengatur pertumbuhan fisik tubuh manusla juga mcngatur pertumbuhan sosial. Manusia sebagai individu tidak bebas dalam menentukan arah pertumbuhan masyarakat. Manusia sebagai individu justru ditentukan oleh masyarakat dalam pertumbuhannya. Masyarakat berdiri sendiri dan berkembang bebas dari kemauan dan tanggung ja anggotanya di bawah kuasa hukum alam.

Hubungan individu dan masyarakat berdasarkan kolektivisme. Menurut pandangan kolektif masyarakat mempunyai realitas yang kuat. Segala sesuatu kepentingan individu ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat mengatur secara seragam untuk kepentingan kolektif.

Menurut Peter Jarvis (1986) yang dikutip oleh DR Wuradji MS (1988) Karl Mark, Bowles, Wailer dan Illich tokoh paham kolektif yang berpendapat bahwa individu tidak mempunyai kebebasan, kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elite (kelompok atas yang berkuasa) dengan mengatas namakan rakyat banyak.

Konsep masyarakat kolektif ini diterapkan pada paham totalitas di negara - negara komunis seperti RRC. Di dalam negara komunis individu tidak mempunyai hak untuk mengatur kepentingan diri sendiri, segala kebutuhan diatur oleh negara. Negara diperintah oleh satu partai politik komunis. Dalam negara komunis ini makan, pakaian, perumahan dan kerja diatur oleh negara, individu tidak punya pilihan lain kecuali yang telah ditentukan oleh negara. Semua hak milik individu seperti yang dimiliki orang - orang atau keluarga di negara kita ini tidak ada.

Hubungan individu dan masyarakat menurut paham individualistis. Individualisme suatu paham yang menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan dan kebutuhan individu yang lebih penting dan pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Individu yang menentukan corak masyarakat yang dinginkan. Masyarakat harus melayani kepentmgan individu. Individu mempunyai hak yang mutlak dan tidak boleh dirampas oleh masyarakat demi kepentingan umum.

Paham individualisme juga disebut Atomisme. Atomisme berpendapat bahwa hubungan antara individu itu seperti hubungan antar atom - atom yang membentuk molekul - molekul. Oleh karena itu hubungan ini bersifat lahiriah. Bukan kesatuan yang penting tetapi keaneka ragaman yang penting dalam masyarakat.

Pandangan individualistis ini yang otomistis ini berakar pada nominalisme suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa konsep - konsep umum itu tidak mewakili realitas dari sesuatu hal. Yang menjadi realitas itu individu. Realitas masyarakat itu ada karena individu itu ada. Jika individu tidak ada maka masyarakat itu tidak ada. Jadi adanya individu itu tidak tergantung pada adanya masyarakat.

J.J. Rousseau (1712-1778) dalam bukunya "kotrak sosial"  menjelaskan paham liberalisme dan individualisme dalam satu kalimat yang terkenal: “Manusia itu dilahirkan merdeka, tetapi di mana - mana dibelenggu” (Driarkara SY, 1964, p. 109). Manusia itu bebas (merdeka) dan hidup pada lingkungan sekitar dan sesamanya. Hidup dalam lingkungan tertutup dari lingkungan dan sesamanya itu manusia merasa bahagia. Masyarakat hanya merupakan suatu kumpulan atau jumlah orang yang secara kebetulan saja berkumpul pada suatu tempat seperti butli - butir pasir tersebut di atas. Tidak ada hubungan satu dengan yang lain. Masyarakat terbina karena orang - orang yang kebetulan tidak berhubungan satu sama lain itu berhubungan disebabkan oleh adanya suatu kebutuhan, sehingga masing - masing individu itu mengadakan kontrak sosial untuk hidup bersama. Bentuk kerja sama dalam hidup bersama itu dibatasi oleh kebutuhan masing - masing individu. Hanya sampai pada batas tertentu saja individu itu hidup dalam masyarakat. Makin banyak kebutuhan seorang yang dapat dtharapkan dari masyarakat maka hubungan dengan masyarakat makin erat, sebaliknya makin sedikit kebutuhannya dalam masyarakat makin renggang hubungannya dengan masyarakat.

Paham yang memandang hubungan antara individu dan masyarakat dari segi interaksi. Dari uraian tersebut di atas kita telah mengetahui paham totalisme dan individualisme yang masih berpijak pada satu kutub. Paham totalisme berpijak pada masyarakat, sebaliknya paham individualisme. Totalisme mengabaikan peranan individu dalam masyarakat sebaliknya, paham individualisme mengabaikan peranan masyarakat dalam kehidupan individu. Oleh karena itu kedua - duanya diliputi oleh kesalahan detotalisme. Paham individu memandang manusia sebagal seorang individu itu sebagai segala-galanya di luar individu itu tidak ada. Jadi masyarakat pun pada dasarnya tidak ada yang ada hanya individu. Sebaliknya paham totalisme memandang masyarakat itu segala di luar masyarakat itu tidak ada. Jadi individu itu hanya ada jika masyarakat itu ada. Adanya individu itu terikat pada adanya masyarakat.

Paham yang ketiga ini memandang masyarakat sebagai proses di mana manusia sendiri mengusahakan kehidupan bersama menurut konsepsinya dengan bertanggung jawab atas hasilnya. Manusia tidak berada
di dalam masyarakat bagaikan burung di dalam kurungannya, melainkan ia bermasyarakat. Masyarakat bulkan wadah melainkan aksi, yaitu social action. Masyarakat terdiri dari sejumlah pengertian, perasaan, sikap, dan tindakan, yang tidak terbilang banyaknya. Orang berkontak dan berhubungan satu dengan yang lain menurut pola - pola sikap dan perilaku tertentu, yang entah dengan suka, entah terpaksa telah diterima oleh mereka. Umumnya dapat dikatakan bahwa kebanyakan orang akan menyesuaikan kelakuan mereka dengan pola-pola itu. Seandainya tidak, hidup sebagai manusia menjadi mustahil. “Masyarakat sebagai proses” dapat dipandang dari dua segi yang dalam kenyataannya tidak dipisahkan satu dengan yang lain karena merupakan satu kesatuan. Pertama masyarakat dapat dipandang dari segi anggotanya yang membentuk, mendukung, menunjang dan meneruskan suatu pola kehidupan tertentu yang kita sebut masyarakat. Kedua masyarakat dapat ditinjau dari segi pengaruh struktumya atas anggotanya. Pengaruh ini sangat penting sehingga boleh dikatakan bahwa tanpa pengaruh ini manusia satu persatu tidak akan hidup. Marilah kita perhatikan bagaimana jika pengaruh masyarakat yang berupa kepemimpinan, bahasa, hukum, agama, keluarga, ekonomi, pertahanan, moralitas dan lain sebagainya. Tanpa itu semua manusia satu persatu tidak akan berdaya, ia akan jatuh ke dalam suatu keadaan, di mana - mana manusia tidak akan berdaya dan manusia akan hancur oleh kekuatan - kekuatan alam dan nalurinya sendiri.

Hubungan individu dengan masyarakat yaitu bahwa hidup bermasyarakat adalah ciptaan dan usaha manusia sendiri. Manusia berkeluarga, ia berkelompok. Selalu membuat sesuatu dan berbuat. Keluarga, kelompok, masyarakat dan negara tidak merupakan kesatuan - kesatuan yang berdiri di luar. Mereka ada usaha manusia, yang terus dipertahankan, dipelihara, ditunjang, atau apabila perlu diubahkan atau diganti oleh manusia. Mereka adalah bagian hidupnya. Mereka adalah bentuk perilaku yang tergantung dari dia. Hidup bermasyarakat yang diusahakan dan diciptakan sendiri, bertujuan untuk memungkinkan perkembangannya sebagai manusia. Sebab tanpa masyarakat tidak ada hidup individual yang manusiawi. Jadi manusia sekaligus membentuk dan dibentuk oleh hasil karyanya sendiri, yaitu masyarakat. Manusia tidak bebas dalam arti bahwa ia bebas memilih antara hidup sendiri atau hidup berbagai dengan orang lain. Ia harus hidup berbagai agar tidak hancur. Tetapi cara dan bentuk hidup berbagai itu ditentukannya dengan bebas. Tidak ada satu pola kebudayaan yang mutlak dan universal. Jadi ada relasi timbal balik antara individu. Di satu pihak individu ikut membentuk dan menegakkan masyarakat, dan ia bertanggungjawab. Di lain pihak masyarakat menghidupi individu dan oleh karenanya bersifat mengikat bagi dia.

Hubungan antara masyarakat dan individu dapat digambarkan sebagai kutub positif dan kutup negatif pada aliran listrik. Jika dua kutub itu dihubungkan listrik ia akan mampu memberi kekuatan baginya dan menimbulkan suasana yang cerah. Jika individu dan masyarakat dipersatukan maka kehidupan individu dan masyarakat akan lebih bergairah dan suasana kehidupan individu dan kehidupan masyarakat akan lebih bermakna dan hidup serta bergairrah.

HUBUNGAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT DI INDONESIA

Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa hubungan individu dan masyarakat itu dapat ditinjau dari segi masyarakat saja (totalisme), ditinjau dari segi individu saja (individualisme) dan ditinjau dari segi interaksi individu dan masyarakat. Dengan memperhatikan tiga pandangan ini maka bagaimana hubungan individu dan masyarakat di Indonesia? Profesor Supomo menyatakan bahwa hubungan antara warga negana dan negara Indonesia adalah hubungan yang integral. Driyarkara SY menyatakan bahwa hubungan masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah hubungan yang integral (Driyarkara, 1959, p. 225). Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa paham yang dianut untuk menggambarkan hubungan antara individu dan masyarakat di Indonesia adalah paham integralisme.

Paham inntegralisme berpendapat bahwa individu-individu yang bermacam-macam itu  merupakan suatu kesatuan dan keseluruhan yang utuh. Manusia dalam masyarakat yang teratur dan tertib itu berada dalam suatu integrasi. Menurut Dniyarkara SY integrasi semacam ini dapat berarti dalam arti sosiologis dan psikologis, sebab manusia yang berada dalam integrasi itu merasa aman, tenang dan bahagia. Integrasi semacam ini terdapat dalam masyanakat kecil maupun besar, seperti keluarga, desa dan negara.
Menurut peneitian J. H. Boeke (1953) yang dikutip oleb Driyarkara SY (1959, p. 229-230) terhadap masyarakat Tenganan dan masyarakat Badui serta Tengger disimpuilcan bahwa dalam masyarakat yang integral akan terlihat adanya unsur-unsur pokok sebagai berikut:
  1. Keyakinan tentang adanya hubungan antara manusia dan dunia yang tak terlihat.
  2.  Hubungan antara manusia dengan tanah tumpah darah yang sangat erat.
  3. Hubungan antara manusia dengan keluarga yang erat.
  4. Suatu bentuk masyarakat di mana semua anggotanya mengerti seluk beluk masyarakatnya.
  5. Kehidupan material yang layak karena orang mengerti bagaimana mencari kehidupan itu.


Hubungan individu dan masyarakat dalam Indonesia merdeka seperti yang dimaksud Prof. Supomo dapat diperhatikan dalam rumusan Proklamasi Kemerdekaan RI, Undang-Undang Dasar 1945 dan GBHN. Dalam Proklamasi dirumuskan: Kami bangsa Indonesia dengan mi menyatakan kemerdekaannya. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Atas nama bangsa Indonesia. Sukarno Hatta. (Nugroho Notosusanto, 1983, p. 17). Penggunaan kata kami dan atas nama bangsa Indonesia menunjukkan bahwa negara yang dikemer dekaan itu untuk semua warga bangsa Indonesia, bukan untuk Sukarno maupun Hatta. Hal ini berarti bahwa kemerdekaan untuk seluruh bangsa Indonesia diperjuangkan oleh masing-masing warga bangsa Indonesia. Jadi individu dan masyarakat terinntegrasi untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemederkaan Indonesia. Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea pertama dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Pada alinea kedua dinyatakan bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah mengantarkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pada alinea yang ketiga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan yang luhur supaya berkebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Pada alinea keempat dinyatakan bahwa pemerintahan negara Indonesia yang dibentuk adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa kepentingan yang diperjuangkan adalah masyarakat secara keseluruhan dan individu-individu sebagai warga bangsa secara perseorangan.

Perhatian terhadap masyarakat dan individu dapat dijumpai pada pasal-pasal dalam UUD 1945 seperti pasal 30 yang mengatur hak dan kewajiban warga negara untuk membela negara, pasal 31 yang mengatur hak dan kewajiban tentang pengajaran bagi tiap-tiap warga negara dan pemerintah, pasal 33 yang mengatur tentang (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, (2) cabang cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, (3) bumi dan air dan kekayaan-kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat, pasal 34 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Dalam pasal 27 dijelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 28 menyatakan tiap-tiap warga negara mempunyai kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang. Pasal 29 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pada pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Jika pasal demi pasal tersebut di atas diperhatikan maka jelas bahwa individu dan masyarakat diberi kewajiban dan hak dalam mengejar kehidupan yang bahagia sejahtera.

Dalam Ketetapan MPR nomor II/MPR/l988 tentang tujuan pembangunan nasional dijelaskan bahwa pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara Kesatauan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Dan pemyataan ini dapat diketahui bahwa kepentingan individu dan kepentingan bersama-sama mendapat perhatian dan diberi tempat yang sama dalam menciptakan kehidupan yang bahagia sejahtera.
Berdasarkan ketetapan MPR NO. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dijelaskan tentang Pandangan Pancasila terhadap hubungan individu dan masyarakat bahwa. kebahagian manusia akan tercapai jika dapat dikembangkan hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antara manusia dan masyarakat. Hubungan sosial yang selarasdan serasi, selaras dan seimbang itu antara individu dan masyarakat itu tidak netral, tetapi dijiwai oleh nilai-nilal yang terkandung dalam lima sila dalam Pancasila secara kesatuan.

Dan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan integralisme ini tidak lain adalah pandangan Pancasila yang memandang hubungan individu dan masyarakat itu secara serasi selaras dan seimbang dalam menciptakan manusia yang sejahtera dan bahagia lahir batin, dunia dan akhirat.