PERANAN
PEMUDA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA
Pepatah mengatakan,
bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya. Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang selama tiga setengah abad hidup dalam cengkeraman
Belanda di tambah lagi hidup dalam penjajahan Jepang selama tiga setengah
tahun. Kemudian, kemerdekaan yang kita raih adalah bukti nyata dari sebuah
pengorbanan yang sangat besar dari semua komponen bangsa. Pembangunan Nasional
dalam rangka mewujudkan bangsa yang adil, makmur serta berdaulat dengan
berlandaskan azas pancasila serta UUD 1945 tidak akan pernah tercapai jika
tidak di dukung oleh semua rakyat Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia
menganut asas demokrasi yang bersumber kepada nilai- nilai kehidupan yang
berakar pada budaya bangsa Indonesia. Perwujudan dari asas demokrasi itu
diartikan sebagai paham kedaulatan rakyat, yang bersumber kepada nilai
kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan. Demokrasi ini juga memberikan
penghargaan yang tinggi terhadap nilai- nilai musyawarah yang mencerminkan
kesungguhan dan tekad dari bangsa Indonesia untuk berdiri diatas kebenaran dan
keadilan.
Nilai- nilai kesanggupan dan kerelaan untuk berkorban dengan penuh keikhlasan
dan kejujuran dalam mengisi kemerdekaan demi kepentingan bangsa dan negara
telah digantikan oleh kerelaan berkorban hanya untuk mengisi kesenangan dan
kemakmuran pribadi pihak- pihak tertentu. Terjadinya Kolusi Korupsi Nepotisme
pada masa pemerintahan Orde Baru merupakan bukti nyata pengingkaran terhadap
sikap keikhlasan dan kejujuran. Tidak hanya itu Indonesia mengalami krisis
multi dimensi yang demikian pelik, mulai dari krisis moral, krisis ekonomi,
krisis kepercayaan, hingga krisis kepemimpinan. Tumbanganya pemerintahan Orde
Baru pada 21 Mei 1998 masih segar dalam ingatan kita bahwa pemerintahan yang
tidak bersih dan mengabaikan rasa keadilan tidak akan mendapat dukungan dan
kepercayaan dari rakyat. Benarlah apa yang dikatakan pujangga Mesir Syauqy Beyq
: Suatu bangsa yang kokoh bertahan. Selama akhlak mewarnai kehidupan.
Setiap orang pasti merindukan pemerintah yang bersih, jujur, kuat, berani dan
berwibawa. Harapan itu merupakan amanat dari Pancasila dan UUD 1945 yang selalu
mendambakan pemerintahan yang memiliki moral kemanusiaan dengan semangat
kebangsaan. Disamping itu, peran pemuda dalam mengisi kemerdekaan serta pembangunan
nasional telah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan bangsa. Kepeloporan
pemuda dalam pembangunan bangsa dan negara harus dipertahankan sebagai generasi
penerus yang memiliki jiwa pejuang, perintis dan kepekaan terhadap social,
politik dan lingkungan. Hal ini dibarengi pula oleh sikap mandiri, disiplin,
dan memiliki sifat yang bertanggungjawab, inovatif, ulet, tangguh, jujur,
berani dan rela berkorban dengan dilandasi oleh semangat cinta tanah air.
Maka hasil dari sebuah refleksi dari kepemimpinan pemerintah selama ini
mengatakan generasi terdahulu belum bisa menunjukan dirinya sebagai pemimpin.
Dalam berbagai kebijakan-kebijakannya pemerintah tidak pro rakyat. Kenaikan
harga BBM, kenaikan harga bahan-bahan pokok, serta bahan-bahan baku lainnya
adalah bukti dari dampak kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Mereka
masih berpegang teguh pada aturan lama yang selalu memihak kelompok berduit.
Kenyataan ini telah disadari oleh kaum muda Indonesia. Kesadaran yang
diharapkan mendorong segenap kaum muda untuk segera mempersiapkan dan merancang
prosesi pergantian generasi. Karena pada hakikatnya kita membutuhkan
wajah-wajah baru. Sehingga muka lama yang hampir usang itu bisa tergantikan
dengan muka baru yang lebih muda serta juga memiliki cita-cita dan semangat
baru.
Indonesia membutuhkan pemimpin dari kaum muda yang mampu merepresentasikan
wajah baru kepemimpinan bangsa. Ini bukan tanpa alasan, karena kaum muda dapat
dipastikan hanya memiliki masa depan dan nyaris tidak memiliki masa lalu. Dan
ini sesuai dengan kebutuhan Indonesia kini dan ke depannya yang perlu mulai
belajar melihat ke depan, dan tidak lagi berasyik-masyuk dengan tabiat yang
suka melihat ke belakang. Kita harus segera maju ke kepan dan bukan berjalan ke
masa lalu. Dan secara filosofisnya, masa depan itu adalah milik kaum muda.
Mereka lebih steril dari berbagai penyimpangan orde yang telah lalu. Mereka
tidak memiliki dendam masa lalu dengan lawan politiknya. Mereka tidak memiliki
kekelaman masa lalu. Mereka juga tidak memiliki trauma masa lalu yang sangat
mungkin akan membayang-bayangi jika nanti ditakdirkan memimpin. Lebih dari itu,
kaum muda paling memiliki masa depan yang bisa mereka tatap dengan ketajaman
dan kecemerlangan visi serta memperjuangkannya dengan keberanian dan energi
yang lebih baru.
Dalam perjalanan zaman, sejarah baru selalu ditandai dengan lahirnya generasi
baru. Dalam kancah sejarah, generasi baru yang mengukir sejarah baru itu adalah
dari kalangan kaum muda. Perputaran sejarah juga telah membuktikan bahwa setiap
generasi itu ada umurnya. Dengan demikian, nama-nama yang muncul sekarang
sebagai calon pemimpin yang sebenarnya adalah satu generasi, juga ada umurnya.
Inilah peluang yang mesti dijemput oleh kaum muda saat ini. Sebuah peluang
untuk mempertemukan berakhirnya umur generasi itu dengan muara dari gerakan
kaum muda untuk menyambut pergantian generasi dan menjaga perputaran sejarah
dengan ukiran-ukiran prestasi baru. Maka, harapannya adalah bagaimana kaum muda
tidak membiarkan begitu saja sejarah melakukan pergantian generasi itu tanpa
kaum muda menjadi subjek di dalamnya.
1. Pelapisan Sosial
1.1. Pengertian Pelapisan Sosial
Pengaruh pelapisan sosial merupakan gejala umum yang dapat ditemukan di setiap
masyarakat pada segala zaman. Betapapun sederhananya suatu masyarakat gejala
ini pasti dijumpai. Pada sekitar 2000 tahun yang lalu, Aristoteles menyatakan
bahwa di dalam setiap negara selalu terdapat tiga unsur yaitu mereka yang kaya
sekali, mereka yang melarat dan mereka yang ada di tengah-tengah.
Adam Smith membagi masyarakat ke dalam tiga kategori yaitu orang-orang yang
hidup dari penyewaan tanah, orang-orang yang hidup dari upah kerja, dari
keuntungan perdagangan. Sedangkan Thorstein Veblen membagi masyarakat ke dalam
dua golongan yang pekerja, berjuang untuk mempertahankan hidup dan golongan
yang banyak mempunyai waktu luang karena kekayaannya.
Pernyataan tiga tokoh di atas membuktikan bahwa pada zaman ketika mereka hidup
dan dapat diduga pula pada zaman sebelumnya, orang-orang telah meyakini adanya
sistem pelapisan dalam masyarakat, yang didalam studi sosiologi disebut
pelapisan.
Sedangkan pelapisan sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau para
warga masyarakat ke dalam kelas secara hierarkis (bertingkat). Perwujudan
adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah di dalam
masyarakat.
Di dalam masyarakat terdapat pelapisan sosial yang akan selalu ditemukan dalam
masyarakat selama di dalam masyarakat tersebut terdapat sesuatu yang dihargai
demikian menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam bukunya
“Setangkai Bunga Sosiologi”, sesuatu yang dihargai itu adalah uang atau
benda-benda yang lain yang bernilai ekonomis, politis, agamis, sosial maupun
kultural.
Adanya kelas yang tinggi dan kelas yang rendah itu disebabkan karena di dalam
masyarakat terdapat ketidakseimbangan atau ketimpangan (inequality) dalam
pembagian sesuatu yang dihargai yang kemudian menjadi hak dan kewajiban yang
dipikul dari warga masyarakat ada segolongan orang yang mendapatkan pembagian
lebih besar dan ada pula mendapatkan pembagian lebih kecil, sedangkan yang
mendapatkan lebih besar mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi, yang
mendapatkan lebih kecil menduduki pelapisan yang lebih rendah. Pelapisan mulai
ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama atau organisasi sosial.
Pelapisan sosial merupakan hasil dari kebiasaan manusia berhubungan antara satu
dengan yang lain secara teratur dan tersusun biak secara perorangan maupun
kelompok, setiap orang akan mempunyai situasi sosial (yang mendorong untuk
mengambil posisi sosial tertentu. (Drs. Taufik Rahman Dhohir, 2000)
1.2. Terjadinya Pelapisan Sosial
Terjadinya Pelapisan Sosial terbagi menjadi 2, yaitu:
• Terjadi dengan Sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang
yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan
yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah
dengan sendirinya. Oleh karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang
membentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat,
waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
• Terjadi dengan Sengaja
Sistem pelapisan ini dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama.
Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan
kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.
Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja, mengandung 2
sistem, yaitu:
1. Sistem Fungsional, merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang
tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
2. Sistem Skalar, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang
dari bawah ke atas ( Vertikal ).
1.3. Perbedaan sistem pelapisan dalam masyarakat
Masyarakat terdiri dari berbagai latar belakang dan pelapisan sosial yang
berbeda-beda. Pelapisan sosial merupakan pemilah-milah kelompok sosial
berdasarkan status, strata dan kemampuan individu tersebut yang terjadisecara
alami didalam masyarakat. Terjadinya pelapisa sosial berdasarkan adanya cara
pandang masyarakat yang berbeda-beda dengan dilatarbelakangi oleh status
sosial, strata sosial dan kemampuan ekonomi yang berbeda-beda. Adapun perbedaan
sistem pelapisan dalam masyarakat.
1. Sistem pelapisan masyarakat tertutup diantaranya, Kasta Brahmana (pendeta),
Kasta Ksatria (golongan bangsawan), Kasta Waisya (golongan pedagang), Kasta
Sudra (golongan rakyat jelata) dan Kasta Paria (golongan orang yang tidak
memiliki kasta).
2. Sistem pelapisan masyarakat terbuka. Setiap orang mempunyai kesempatan untuk
menempati jabatan, jika orang tersebut menpunyai kemampuan pada bidang
tersebut.
Kesamaan derajat terjadi karena adanya perbedaan kemampuan yang terjadi dalam
bermasyarakat. Oleh sebabitu munculah lapisan-lapisan yang dapat menyatukan hal
yang awalnya berbeda kemudian menjadi satu, hal tersebut tercantum dalam
Undang-Undang 1945 tentang hak asasi manusia.
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah
pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).
1.4. Beberapa teori tentang pelapisan social
Pelapisan masyarakat dibagi menjadi beberapa kelas :
• Kelas atas (upper class).
• Kelas bawah (lower class).
• Kelas menengah (middle class).
• Kelas menengah ke bawah (lower middle class).
Beberapa teori tentang pelapisan masyarakat dicantumkan di sini :
1. Aristoteles mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap Negara terdapat tiga unsure,
yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat sekali, dan mereka yang
berada di tengah-tengahnya.
2. Prof. Dr. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH. MA. menyatakan bahwa
selama di dalam masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai olehnya dan
setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai.
3. Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada dua kelas yang senantiasa berbeda
setiap waktu yaitu golongan Elite dan golongan Non Elite. Menurut dia pangkal
dari pada perbedaan itu karena ada orang-orang yang memiliki kecakapan, watak,
keahlian dan kapasitas yang berbeda-beda.
4. Gaotano Mosoa dalam “The Ruling Class” menyatakan bahwa di dalam seluruh
masyarakat dari masyarakat yang kurang berkembang, sampai kepada masyarakat
yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas
pertama (jumlahnya selalu sedikit) dan kelas kedua (jumlahnya lebih banyak).
5. Karl Mark menjelaskan terdapat dua macam di dalam setiap masyarakat yaitu
kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak
mempunyainya dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses
produksi.
2.
Kesamaan Derajat
1.1. Tentang kesamaan derajat
Kesamaan derajat adalah suatu sifat yang menghubungankan antara manusia dengan
lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota
masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap
pemerintah dan Negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam
perundang-undangan atau Konstitusi. Undang-undang itu berlaku bagi semua orang
tanpa terkecuali dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat. Kesamaan
derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai faktor
kehidupan.
Pelapisan sosial dan kesamaan derajat mempunyai hubungan, kedua hal ini
berkaitan satu sama lain. Pelapisan soasial berarti pembedaan antar kelas-kelas
dalam masyarakat yaitu antara kelas tinggi dan kelas rendah, sedangkan Kesamaan
derajat adalah suatu yang membuat bagaimana semua masyarakat ada dalam kelas
yang sama tiada perbedaan kekuasaan dan memiliki hak yang sama sebagai warga
negara, sehingga tidak ada dinding pembatas antara kalangan atas dan kalangan
bawah.
1.2. Pasal-Pasal di dalam UUD45 tentang persamaan hak
UUD 1945 menjamin hak atas persamaan kedudukan, hak atas kepastian hukum yang
adil, hak mendapat perlakuan yang sama di depan hukum dan hak atas kesempatan
yang sama dalam suatu pemerintahan.
Setiap masyarakat memiliki hak yang sama dan setara sesuai amanat UUD 1945,
yaitu Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan,” setiap warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada pengecualiannya”. Pasal 28D
ayat (1) UUD 1945 menyatakan,” setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum.”
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan,” setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di hadapan hukum”. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 menyatakan, ”Setiap orang berhak
bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat
perlindungan ddari perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Norma-norma
konstitusional di atas, mencerminkan prinsip-prinsip hak azasi manusia yang
berlaku bagi seluruh manusia secara universal.
1.3. Empat pokok hak asasi dalam 4 pasal yang tercantum pada UUD 45
Hukum dibuat dimaksudkan untuk melindungi dan mengatur masyarakat secara umum
tanpa adanya perbedaan. Jika dilihat, ada empat pasal yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang hak-hak asasi, yakni pasal 27, 28, 29, dan 31.
Empat pokok hak-hak asasi dalam 4 pasal yang tercantum di UUD 1945 adalah
sebagai berikut :
• Pokok Pertama, mengenai kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di
dalam hukum dan di muka pemerintahan. Pasal 27 ayat 1 menetapkan bahwa “Segala
Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Di dalam perumusan ini dinyatakan adanya suatu kewajiban dasar di samping hak
asasi yang dimiliki oleh warga negara, yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian perumusan ini
secara prinsipil telah membuka suatu sistem yang berlainan sekali daripada
sistem perumusan “Human Rights” itu secara Barat, hanya menyebutkan hak tanpa
ada kewajiban di sampingnya.
Kemudian yang ditetapkan dalam pasal 27 ayat 2, ialah hak setiap warga negara
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
• Pokok Kedua, ditetapkan dalam pasal 28 ditetapkan, bahwa “kemerdekaan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan oleh Undang-Undang”.
• Pokok Ketiga, dalam pasal 29 ayat 2 dirumuskan kebebasan asasi untuk memeluk
agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara, yang berbunyi sebagai berikut :
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
• Pokok Keempat, adalah pasal 31 yang mengatur hak asasi mengenai pengajaran
yang berbunyi : (1) “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” dan (2)
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional,
yang diatur dengan undang-undang”.
3.
Elite Dan Massa
1.1. Pengertian Elite
Dalam pengertian yang umum elite itu menunjuk sekelompok orang yang dalam
masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih yang khusus dapat
diartikan sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya
golongan kecil yang memegang kekuasaan.
Dalam cara pemakaiannya yang lebih umum elite dimaksudkan: “posisi di dalam
masyarakat di puncak struktur-struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi
tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan aparat kemiliteran, politik, agama,
pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan dinas”.
Tipe masyarakat dan sifat kebudayaan sangat menentukan watak elite. Dalam
masyarakat industri watak elitenya berbeda sama sekali dengan elite di dalam
masyarakat primitif.Di dalam suatu lapisan masyarakat tentu ada sekelompok
kecil yang mempunyai posisi kunci ataumereka yang memiliki pengaruh yang besar
dalam mengambil berbagai kebijaksanaan. mereka itu mungkin para pejabat tugas,
ulama, guru, petani kaya, pedagang kaya, pensiunan dan lainnya lagi.Para pemuka
pendapat (opinion leader) inilah pada umumnya memegang strategi kunci dan
memiliki status tersendiri yang akhirnya merupakan elite masyarakatnya
1.2. Fungsi elite dalam memegang strategi
Dalam suatu kehidupan sosial yang teratur, baik dalam konteks luas maupun yang
lebih sempit, dalam kelompok heterogen maupun homogen selalu ada kecenderungan
untuk menyisihkan satu golongan tersendiri sebagai satu golongan yang penting,
memiliki kekuasaan dan mendapatkan kedudukan yang terkemuka jika dibandingkan
dengan massa. Penentuan golongan minoritas ini
Didasarkan pada penghargaan masyarakat terhadap peranan yang dilancarkan dalam
kehidupan masa kini serta andilnya dalam meletakkan,dasar-dasar kehidupan yang
akan dating. Golongan minoritas yang berada pada posisi atas yang secara
fungsional dapat berkuasa adan menentukan dalam studi sosial dikenal dengan
elite. Elite adalah suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat untuk
melayani suatu kolektivitas dengan cara yang bernilai sosial.
Golongan elite sebagai minoritas sering ditampakkan dengan beberapa bentuk
penampilan antara lain :
a. Elite menduduki posisi yang penting dan cenderung merupakan poros kehidupan
masyarakat secara keseluruhan.
b. Faktor utama yang menentukan kedudukan mereka adalah keunggulan dan
keberhasilan yang dilandasi oleh kemampuan baik yanag bersifat fisik maupun
psikhis, material maupun immaterial, merupakan heriditer maupun pencapaian.
c. Dalam hal tanggung jawab, mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar
jika dibandingkan dengan masyarakat lain.
d. Ciri-Ciri lain yang merupakan konsekuensi logis dari ketiga hal di atas
adalah imbalan yang lebih besar yang diperoleh atas pekerjaan dan usahanya.
1.3. Pengertian Massa
Istilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain
yang elementer dan spontan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tapi
yanag secara fundamental berbeda dengannya dalam hal-hal yang lain.
Massa diwakili oleh orang-orang yang berperan serta dalam perilaku massal
sepertinya mereka yang terbangkitkan minatnya oleh beberapa peristiwa nasional,
mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu
peristiwa pembunuhan sebagai diberitakan dalam pers, atau mereka yang
berperanserta dalam suatu migrasi dalam arti luas.
1.4. Ciri-ciri massa
Terhadap beberapa hal yang penting sebagian ciri-ciri yang membedakan di dalam
massa :
1. Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial,
meliputi orang-orang dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan
kecakapan, tingkat kemakamuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa
mengenali mereka sebagai massa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti suatu
proses peradilan tentang pembunuhan misalnya melalui pers.
2. Massa merupakan kelompok yang anonim, atau lebih tepat, tersusun dari
individu-individu yang anonim.
3. Sedikit sekali interaksi atau bertukar pengalaman antara anggota¬anggotanya.
Berikut sebuah tips atau metode penyelesaian masalah untuk menghasilkan
kesimpulan yang maksimal, sebelum akhirnya mengambil keputusan untuk di
jalankan.
Kaji dan periksa
kembali masalah anda dengan cara lain, dan temukan perspektif baru yang tidak
Anda pikirkan sebelumnya. Dan lalu rembuk diskusikan pendapat atau mencatat
alternatif secara cepat, bagaimana pun bodohnya obyek yang di kaji.
Dan setelah anda
mendapatkan suatu suatu ide alternatif untuk di masukan kedalam konsep
pengkajian, maka akan membuka berbagai kemungkinan dalam membuat catatan
mengenai semuanya:
Saat suatu metode
penyelesaian yang cocok dapat menyelesaikan masalah, itu mungkin tidak akan
berfungsi kalau sumber tidak tersedia, kalau orang-orang tidak menerimanya,
atau itu menyebabkan masalah baru.
Dan kebalikannya suatu
metode akan layak berfungsi jika, sumber tersedia, di terima orang lain, dan
tidak menyebabkan masalah baru.
* HUKUM DAN MASYARAKAT *
Perkembangan masyarakat
dan hukum terus melaju seakan terus mengikuti perkembangan zaman. Meskipun
kadang perkembangan hukum masih harus tertatih-tatih mengikuti perkembangan
zaman, namun ia berusaha untuk terus memberikan sumbangsih pada kegiatan dan
upaya pengkajian hukum ini. Hal ini berlaku pula pada pandangan terhadap
perkembangan birokrasi-birokrasi yang berhubungan dengan struktur hukum itu.
Bentuk-bentuk hukum yang menekankan pada kekuasaannya mulai dilkritisi dan
diubah menjadi aturan hukum yang lebih mengakar kepada keinginan masyarakat
luas dimana, bentuk hukum dan dikenal sebagai rasionalitas formal, diarahkan
kepada rasionalitas substansif.
Dengan tingkat kesejahteraan dan peraturan, tekanan yang lebih besar yang
selama ini ditempatkan pada hukum rasional formal yang memberikan perhatian dan
fungsi pada orientasi pemerintah akan banyak mengarah pada pembangunan hukum
yang berorientasi pada penguatan sub-sub sistem yang ada pada masyrakat, agar
natinya hukum akan dapat digunakan sebagai instrument untuk orientasi tujuan
dan intervensi arah dengan maksud tertentu. Dengan adanya upaya itu maka perlu
dilakukan suatu usaha sebagai ‘rematerialisasi hukum’ sehingga terus ada upaya
dalam menuju suatu tatanan hukum modern. Dengan demikian maka orientasi hukum
dan masyarakat harus senantiasa didengungkan agar bagian dari warisan program
status welfare-regulatory ini akan berkembang menuju mengacu pada solusi dalam
merubah rasionalitas formal ini, sebab hukum dibentuk tidak untuk hanya
kepentingan hukum itu sendiri, namun untuk kepentingan manusia dan kehidupan
masyarakat. Oleh karena disadari bahwa kehidupan manusia dan masyarakat tanpa
aturan hukum akan kacau atau tidak tertib.
Perubahan pemikiran hukum dari rasionalitas formal ke rasionalitas substantif
digunakan sebagai instrumen untuk melakukan perubahan yg berorientasi pada
suatu tujuan atau sasaran, yang lebih umum dan terbuka serta lebih terinci.
Pendekatan teori neo-evolusioner menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi
pada tatanan hukum dan masyarakat dalam suatu negara yang oleh Teubner
menggunakan mengarahkan kepada satu perspektif proses perubahan hukum dan
sosial dengan hukum refleksif. Sebelumnya, Teubner dalam menguraikan pendapat
Phillipe Nonet dan Phillip Selznick bahwa Nonet dan Selznick mengembangkan model
hukum dengan tiga tahapan evolusioner yakni: represif, otonom, dan responsif.
MACAM MACAM HUKUM
itu dapat dibedakan / digolongkan / dibagi menurut bentuk, sifat, sumber,
tempat berlaku, isi dan cara mempertahankannya.
Menurut
bentuknya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Tertulis, adalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam
perundang-undangan. COntoh : hukum pidana dituliskan pada KUHPidana, hukum
perdata dicantumkan pada KUHPerdata.
2. Hukum Tidak
Tertulis, adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam
perundang-undangan. Contoh : hukum adat tidak dituliskan atau tidak dicantumkan
pada perundang-undangan tetapi dipatuhi oleh daerah tertentu.
Hukum tertulis sendiri
masih dibagi menjadi dua, yakni hukum tertulis yang dikodifikasikan dan yang
tidak dikodifikasikan. Dikodifikasikan artinya hukum tersebut dibukukan dalam
lembaran negara dan diundangkan atau diumumkan. Indonesia menganut hukum
tertulis yang dikodifikasi. Kelebihannya adalah adanya kepastian hukum dan
penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum. Kekurangannya adalah hukum tersebut
bila dikonotasikan bergeraknya lambat atau tidak dapat mengikuti hal-hal yang
terus bergerak maju.
Menurut
sifatnya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum yang mengatur, yakni hukum yang dapat diabaikan bila pihak-pihak yang
bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
2. Hukum yang memaksa, yakni hukum yang dalam keadaan apapun memiliki paksaan
yang tegas.
Menurut
sumbernya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Undang-Undang, yakni hukum yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan.
2. Hukum Kebiasaan (adat), yakni hukum yang ada di dalam peraturan-peraturan
adat.
3. Hukum Jurisprudensi, yakni hukum yang terbentuk karena keputusan hakim di
masa yang lampau dalam perkara yang sama.
4. Hukum Traktat, yakni hukum yang terbentuk karena adanya perjanjian antara
negara yang terlibat di dalamnya.
Menurut
tempat berlakunyanya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2. HUkum Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antar negara.
3. Hukum Asing adalah hukum yang berlaku di negara asing.
Menurut
isinya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Privat (Hukum Sipil), adalah hukum yang mengatur hubungan antara
perseorangan dan orang yang lain. Dapat dikatakan hukum yang mengatur hubungan
antara warganegara dengan warganegara. Contoh : Hukum Perdata dan Hukum Dagang.
Tetap dalam arti sempit hukum sipil disebut juga hukum perdata.
2. Hukum Negara (Hukum Publik) dibedakan menjadi hukum pidana, tata negara dan
administrasi negara.
a. Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan
negara
b. Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara
dengan alat perlengkapan negara.
c. Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antar alat
perlengkapan negara, hubungan pemerintah pusat dengan daerah.
Menurut
cara mempertahankannya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Materiil, yaitu hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan
hubungan-hubungan yang berwujud perintah dan larangan. Contoh Hukum Pidana,
Hukum Perdata. Yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Materiil dan Hukum Perdata
Materiil.
2. Hukum Formil, yaitu hukum yang mengatur cara-cara mempertahankan dan
melaksanakan hukum materiil. Contoh Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.
Berdasarkan UUD 1945 Indonesia merupakan Negara hukum. Semua rakyatnya memiliki
kedudukan yang sama di mata hukum. Tetapi apakah dalam penerapannya sudah
sesuai dengan UUD tersebut?
Sepertinya amanat itu belum dapat terealisasikan bahkan setelah Indonesia telah
lebih dari ½ abad memperoleh kemerdekaan. Sepertinya kita pun hanya berangan
untuk mendapatkan keadilan yang setara di Indonesia. Apabila kita cermati hukum
di Indonesia saat ini penuh dengan kebobrokan kalaupun hukum ditegakan unsur
diskriminatif terlihat jelas dalam proses penegakan hukum tersebut.
Praktik-praktik penyelewengan dalam proses hukum seperti mafia peradilan,
proses peradilan hukum yang diskriminatif, jual-beli putusan hakim, atau tebang
pilih kasus merupakan realitas sehari-hari yang secara nyata dapat kita lihat
dalam praktik penegakan hukum di Negara ini. Dampak dari penyelewangan hukum
ini adalah kerusakan dan kehancuran di segala bidang (politik, perekonomian,
budaya dan social). Selain itu menyebabkan masyarakat kehilangan rasa hormat
dan timbulnya ketidak percayaan terhadap aparat penegak hukum di negeri ini.
Sehingga membuat masyarakat mencari keadilan sendiri. Oleh karena, itu praktik
main hakim sendiri sangat terlihat di masyarakat kita. Contoh kasus upaya
pembacokan seorang hakim yang terlibat kasus korupsi oleh seorang aktivis LSM
karena sang pelaku geram dengan para pelaku korupsi yang merugikan Negara ini.
Sebenarnya apakah masalah yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di
Indonesia? Jika dikaji secara mendalam terdpat beberapa factor sulitanya
penegakan hukum di Indonesia yaitu:
1. Lemahnya “politic will” dan “politic action” para pemimpin Negara.
Dimana supermasi hukum masih sebatas retrorika dan jargo-jargon politik belaka
yang berngaung ketika kampanye tanpa bukti yang pasti.
2. Campur tangan politik
Banyak sekali kasus hukum di Indonesia yang terhambat karena adanya campur
tangan politik didalamnya. Sebut saja kasus Bank Century yang berpotensi
menyeret kalangan eksekutif ke jalur hukum, mudurnya Sri Mulyani dari mentri
keuangan lantaran diduga terkait kasus ini. Serta kasus yang terbaru
penyalahgunaan dana wisma atlet yang menyeret Nazarudin sebagai tersangka
dimana ia adalah salah seorang bendahara umum di salah satu partai yang tengah
berkuasa di Indonesia dan walaupun masih dugaan kasus ini banyak melibatkan
para penguasa di Negara ini. Seharusnya hukum tidak bisa dicampur adukan dengan
politik. Hukum tidak bisa pandang bulu siapapun itu yang terlibat di dalamnya
harus benar-benar diganjar hukuman sesuai perbuatannya tanpa melihat siapa dan
apa kedudukannya di Negara ini.
3. Kedewasaan Berpolitik
Berbagai sikap yang diperlihatkan oleh partai politik saat kadernya terkena
kasus poltik sesungguhnya memperlihatkan ketidak dewasaan para elit politik di
Negara hukum ini. Sikap saling sandera serta cenderung mengadvokasi para kader
termasuk ketidakmauan untuk memberikan informasi kepada aparat penegak hukum
terkait dengan beberapa kasus korupsi yang sedang berlangsung saat ini. Sikap
kooperatif dan transparansi dalam penegakan hukum dianak tirikan, sedangkan
politik pencitraan diutamakan agar tetap eksis di hadapan masyarakat.
4. Peraturan perundangan yang lebih berpihak kepada kepentingan penguasa
dibandingkan kepentingan rakyat.
Hal ini dapat terliahat jelas terhadap hukuman yang diberikan kepada para
penguasa yang terjerat kasus korupsi hanya diberikan hukuman yang ringan
padahal mereka sangat merugikan Negara sedangkan rakyat kecil yang melakukan
kesalahan dikarenakan kemiskinan yang menjerat mereka dihukum dengan berat
tanpa adanya perikemanusiaan.
5. Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran
hukum aparat penegak hukum dalam menegakan hukum.
Moral yang ada di beberapa aparat penegak hukum di Indonesia saat ini bisa
dikatakan sangat rendah. Mereka dapat dengan mudahnya disuap oleh para
tersangka agar mereka bisa terbebas atau paling tidak mendapat hukuman yang
rendah dari kasus hukum yang mereka hadapi. Padahal para aparat ini telah
disumpah saat ia memangkuh jabatannya sebagai penegak hukum. Terjadi
pelanggaran moral ini kerena kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan
dibanding kebutuhan psikis yang seharusnya sama. Hakikat manusia adalah makhluk
budaya yang menyadari bahwa yang benar , yang indah dan yang baik adalah
keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikhis dan inilah yang
menjadi tujuan hidup manusia. Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohani
tercapai dalam keadaan seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta
kekayaan terjadi dalam suasana tertib, damai dan serasi (nilai etis, moral).
6. Faktor Sosial Masyrakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk masyarakat. Oleh
karena itu, masyarakat mempunyai pengaruh dalam proses penegakan hukum. Tetapi
masyarakat Indonesia cenderung menyerahkan semuanya terhadap para aparat tanpa
adanya pengawasan. Akibatnya baik buruknya hukum selalu dikaitkan dengan pola
perilaku para penegak hukum. Padahal proses peradilan bukan hanya tentang
pasal-pasal melainkan proses perilaku masyarakat dan berlangsung dalam struktur
social tertentu.
7. Ekonomi
Factor ekonomi juga sangat mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia, antara
lain:
1. Penghasilan kurang mencukupi kebutuhan hidup,
2. Kebutuhan hidup yang mendesak,
3. Gaya hidup konsumtif dan materialistis, tak dipungkiri, pola hidup seperti
ini menghinggapi sebagian besar penduduk bumi. Dibenaknya yang terpikir hanya
uang,
5. Rendahnya gaji PNS,
6. Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal.
Untuk bisa menegakan
hukum sesuai dengan amanat UUD 1945 maka para aparat hukum haruslah taat
terhadapa hukum dan berpegang pada nilai-nilai moral dan etika yang berlaku di
masyarakat. Apabila kedua unsur ini terpenuhi maka diharapkan penegakan hukum
secara adil juga dapat terjadi di Indonesia.
Kejadian-kejadian yang selama ini terjadi diharapkan dapat menjadi proses mawas
diri bagi para aparat hukum dalam penegakan hukum di Indonesia. Sikap mawas
diri merupakan sifat terpuji yang dapat dilakukan oleh para aparat penegak
hukum disertai upaya pembenahan dalam system pengakan hukum di Indonesia.
Eddy Wijaya
1KA39
A137235 - 12113758
0 komentar:
Posting Komentar